Gaya hidup sehat alias gaya hidup berkonsep ekologis, ternyata dapat juga dituangkan dalam bentuk dan gayaarsitektur sebuah hunian.
Sebagai ilmu pengetahuan, eko-arsitektur memiliki empat aspek utama, yakni:
1.      Kesehatan
Bertujuan
 merencanakan bangunan yang sehat dan tidak menimbulkan dampak merugikan
 bagi penghuninya, baik secara fisik maupun mental.
2.      Afeksi
Menciptakan bangunan yang mengarahkan penghuni kepada kesadaran untuk merawat alam sekitarnya.
3.      Ekologi
Merencanakan bangunan yang terkait secara holistik dengan kehidupan alam yang menjadi tempat hidup manusia.
4.      Antropologi
Menghargai ajaran nenek moyang tentang membangun bangunan yang “ramah lingkungan.”
  
a.      Bertentangan
Untuk
 merancang sebuah bangunan  yang didasari konsep eko-arsitektur, kita 
harus memperhatikan falsafah penciptaan alam, dan menghayati peran 
manusia sebagai pengelola sekaligus perawat alam. Ini didasarkan pada 
konsep eko-arsitektur yang bertujuan menciptakan kehidupan yang selaras 
dengan alam, masyarakat sekitar, dan Sang Pencipta.
Pandangan tersebut sedikit bertentangan dengan budaya modern yang cenderung praktis, mobile,
 dan bebas. Sehingga banyak bangunan modern menolak pengetahuan tentang 
kearifan alam. Justru arsitektur yang berkembang dari warisan 
tradisional lebih memiliki kesadaran tentang konsep ekologis.
Kearifan
 terhadap kelestarian alam, menciptakan aturan-aturan untuk merawat alam
 dalam bentuk adat dan nilai religi. Budaya tradisional juga menciptakan
 komunitas manusia yang guyub dan rukun. Mereka berunding bersama
 untuk merawat dan mendaras alam. Hal ini tercermin dari tata rumah 
tradisional yang umumnya memiliki teras depan dan halaman tanpa pagar, 
simbol nilai kesatuan dan kebersamaan.
b. Gaya Eko-Arsitektur
Selain dicirikan dan dipengaruhi oleh perkembangan budaya, ragam dan gaya arsitektursecara fisik dapat dikenali dari:
- · Bentuk keseluruhan bangunan dan alasan mengapa dibentuk semacam itu.
- · Teknik yang dipakai saat pengerjaan bangunan.
- · Bahan bangunan yang dipilih dan diseleksi sesuai aturan yang populer saat itu.
- · Bentuk, warna serta arti dekorasi pada bangunan.
- · Bentuk, teknik pembuatan dan penataan perabot sesuai jamannya.
Dari
 lima hal di atas dan dengan memakai kacamata kesehatan, afeksi, 
ekologi, dan antropologi untuk melihat ragam arsitektur, maka ada 
sejumlah gaya dalam eko-arsitektur,  antara lain:
1.      Arsitektur vernakular (arsitektur tradisional) adalah
 gaya kedaerahan yang dibuat ahli bangunan tradisional, tanpa campur 
tangan arsitek akademisi. arsitektur vernakular umumnya sangat tanggap 
terhadap alam sekitar.
Para
 ahli bangunan terikat pada ketentuan adat, sehingga mereka tidak 
sekadar membangun rumah tetapi juga membangun komunitas budaya. Bangunan
 rumah hanya properti yang melengkapi kawasan komunitas budaya, di mana 
masyarakat melakukan beragam kegiatan, dari mengolah hasil bumi sampai 
upacara adat.
Wujud
 fisik komunitas budaya tersebut dinyatakan dengan bangunan rumah, 
lumbung, lapangan, tempat ibadah, balai pertemuan, dsb. 
arsitekturvernakular merupakan karya empirik dalam mengatasi bencana 
alam, serta memiliki fungsi memelihara alam. Contohnya, rumah pedesaan 
Sunda dilengkapi kolam ikan sebagai pengendali aliran air permukaan di 
perbukitan.
2.      Arsitektur bioklimatik adalah
 bangunan dengan pengendalian udara alami yang nyaman. Udara tropis 
Indonesia terbagi menjadi wilayah tropis basah  di bagian barat dan 
tropis kering di bagian timur. Di kawasan tropis basah, musim kemarau 
umumnya panas dan gerah. Tubuh berkeringat namun tak mudah menguap.
Bangunan
 sebagai kulit ketiga manusia, berfungsi sebagai ruang untuk menguapkan 
keringat di kulit dan kelembaban dinding bangunan. Jendela, pintu, 
lubang atap atau lubang dinding diperlukan untuk mengendalikan sinar 
ultra violet, infra merah dan panas matahari yang berlebihan.
Rancangan
 khas arsitektur bioklimatik tropis antara lain mementingkan atap 
sebagai pelindung panas dan hujan, dinding yang mengendalikan panas dan 
lubang-lubang dinding yang leluasa untuk ventilasi udara.
3.      Arsitektur hijau (rumah bumi) merupakan
 rancangan arsitekturyang menghindari material buatan yang dapat 
mencemari alam. Bahan bangunan diambil dari material alami. Dinding bisa
 dibangun dari  tanah liat, batu alam, atau kayu. Atap disusun dari 
bilah kayu, dedaunan, atau ijuk. Sisa bahan bangunan dapat dikembalikan 
ke alam tanpa menimbulkan pencemaran.
Rancangan
 bangunan arsitekturhijau menyesuaikan keadaan fisik alam serta 
pemandangan sekitar dengan sifat kinetik-grafitasi alam, sehingga 
bangunan benar-benar terkesan kokoh berdiri di atas bumi. Contoh rumah 
bumi adalah galeri Affandi di Yogyakarta, yang mengekspresikan daun waru
 jatuh dari langit. Demikian juga Perumahan Kali Code Yogyakarta yang 
dirancang YB. Mangunwijaya, yang merupakan arsitekturterasering sungai.
4.      Arsitektur geopropilaktik adalah
 rancangan arsitekturyang meniru bentuk alam sekitarnya, atau rancangan 
arsitekturyang mengembangkan benda-benda alam sebagai fungsi bangunan. 
Secara fisik rancangannya dapat berupa rumah pohon, arsitekturlereng 
gunung (arsitekturYunani), dll.
Arsitektur
 ini bertujuan menimbulkan motivasi yang kuat untuk merawat alam 
sekitar. Tokoh-tokoh penganjurnya antara lain Rudolf Doernach (Jerman).
5.      Arsitektur daur ulang adalah
 rancangan yang memanfaatkan barang bekas menjadi material bangunan, 
perabot, dll. Tentunya bukan sebarang barang bekas, namun barang bekas 
yang dinilai kembali dari segi pemanfaatan, dampak kesehatan, dan daya 
tahannya.
Keunikan
 arsitekturini adalah mencari sejumlah bahan bangunan sesuai dengan 
kebutuhan membangun, sehingga dihasilkan bentuk, ukuran, tekstur, dan 
warna bangunan yang tidak sama satu dengan yang lain, namun indah dan 
harmonis. Bangunan ini dirancang sesuai dengan persediaan bahan yang 
tersedia, sehingga pembangunannya umumnya dilakukan secara bertahap.
Salah
 seorang arsitek penganjur benda daur ulang adalah  Reinhard Kanuka 
Fuchs, arsitek kelahiran Jerman yang tinggal di Auckland. Dari 
Indonesia, YB. Mangunwijaya membangun Rumah Retret di Salam Magelang 
dengan botol belas dan tutup pasta gigi.
Kontainer
 bek`as yang banyak ditemukan di kota-kota kawasan Asia dapat dibangun 
menjadi rumah indah dan kuat, khusus untuk masyarakat miskin. Setiap 
kontainer bisa menjadi satu bangunan rumah tinggal untuk tiga orang.
6.      Arsitektur hunian eko-komunitas adalah
 kumpulan bangunan yang mengekspresikan kerjasama sekelompok masyarakat 
dalam menciptakan lingkungan sosial, yang mampu memenuhi kebutuhan 
mereka akan air, energi dan makanan.
Contohnya
 adalah arsitekturPermakultur yang dikembangkan di  Selandia Baru. Ini 
merupakan sinergi antara perkebunan, pertanian terpadu, komunitas pro 
lingkungan, bangunan ekologis, arsitekturtaman, serta program hemat 
energi dalam satu kawasan.
Hunian
 eko-komunitas. Halaman dan atap rumah bisa dijadikan lahan pertanian, 
perikanan atau peternakan, dan energi didapat dengan meminjam energi 
alam.
7.      Arsitektur analogi alam adalah
 arsitekturyang rancangan bangunannya meniru bentuk benda-benda alam 
namun memanfaatkan teknologi maju. Contohnya, Gedung Opera Sidney karya 
Jörn Utzon dan Arup yang melukiskan musim kawin kura-kura, atau kapel 
Notre Dame di  Ronchamp karya arsitek besar Le Corbusier dari Perancis, 
yang menyerupai ikan pari beristirahat.
Arsitektur
 analogi alam belum tentu bernilai ekologis, jika bahan bangunan dan 
teknologinya merusak alam sekitar. Untuk menyempurnakannya, 
arsitekturini sebaiknya didukung konsep arsitekturhijau.
Ketujuh
 gaya di atas merupakan contoh gaya eko-arsitektur. Ragam dan gaya 
bangunan eko-arsitektur bukan bertujuan prestis atau simbolik, tetapi 
menumbuhkan motivasi kuat untuk menciptakan sustainable architecture dan keselarasan dengan alam.
(Dikutip dari berbagai sumber)
 

 


